Ini yang kedua sudah ku post..
Potongan cerita eps kemarin...
“ Gomawo, kau mau bermain biola lagi. Tetaplah bermain untukku!! ” Aku tertegun mendengarnya berbicara seperti itu. Selesai dia berbicara dia pergi begitu saja. Berlalu meninggalkanku dalam keadaan setengah mimpi.
Aku hanya duduk menatap punggungnya yang semakin hilang di ujung koridor rumah sakit. Sejak ucapannya tadi banyak pertanyaan muncul di otakku. Pertanyaan yang tak bisa kujawab sendiri. Aku termenung sendiri di ruang tunggu depan bangsal anak sampai baru kusadari dokter Jiyong telah duduk disampingku.
“ Bagaimana permainan hari ini?” tanyanya datar namun ada senyum ramah di wajahnya.
Kubalas senyumannya.
“ Baik, dok! Bagaimana operasi nya?”
“ Hmmm, lancar. Gomawo telah menyemangatiku, benar-benar operasi yang mendebarkan!! Ini pertama kalinya aku memimpin operasi pada anak.”
“ Ah, dokter bukankah sudah seharusnya sesama petugas kesehatan saling membantu”
“ Bagaimana hubunganmu dengan Seung Hyun?”
Aku tertegun sejenak mendengar pertanyaannya.
“ Maksud dokter?”
“ Maaf kudengar kau sudah berpacaran dengan Seung Hyun”
Ada perubahan nada saat dokter Jiyong mengucapkan kata berpacaran.
“ Ah, Ti..” belum kuselesaikan ucapanku Seung Hyun sudah ada di depanku dan menarik tanganku dengan cepat.
“ Kau sudah selesai kan? Ikutlah denganku!” Ucapnya dengan ketus.
Aku hanya menatapnya heran bergantian dengan menatap dokter Jiyong yang juga ikut terkejut denga kedatangan seung Hyun.
“ Sudah, Tap..” Lagi, belum kuselasai bicara Seung Hyun sudah menarik tubuhku untuk berjalan dengannya. Ku menoleh kepada dokter Jiyong yang sudah berdiri di ruang tunggu.
“ Aku sudah tahu jawabannya Seul-Rin ssi!” ucapnya agak keras.
“ Tapi dok,kami..” Kuhentikan ucapanku karena kupikir akan sia-sia berbicara dengan jarak yang cukup jauh dengan dokter Jiyong.
Kualihkan pandangan ke arah Seung Hyun yang tetap berjalan tanpa memperdulikanku yang masih menggunakan seragam praktek.
“ Stop” teriakku.
“ Mwo?” ucapnya sambil berhenti.
“ Aku masih menggunakan seragam. Setidaknya aku berganti pakaian dulu.”
“ Cepat!”
Aku menjauh darinya menuju ruang ganti dengan masih bersungut-sungut atas sikapnya yang cukup membuatku bingung.
Setelah mengganti pakaianku dengan baju biasa aku berjalan mendekati Seung Hyun yang berdiri bersandar di tembok.
“ Ok, kita mau kemana?”
“ Kita nggak akan kemana-mana!”
“ Hah? Lalu nagapain tadi narik-narik...”
Gerakan cepat Seung Hyun menarik tubuhnya dan mendekatkan bibirnya ke wajahku membuatku langsung terkesiap
sedikit terkejut dengan perlaukan Seung Hyun. Namun beberapa detik kemudian perasaanku berubah ada sedikit kedamaian yang menyeruak. Aku sendiri tak tahu sejak kapan perasaanku berubah terhadapnya. Bibir kami saling bertautan dalam diam menyisipkan sedikit kebahagiaan yang telah lama menghilang dalam diri kami masing-masing.
Perlahan Seung Hyun menjauhkan bibirnya dan menatap mataku dengan tatapan lembut tapi tajam. Membawaku masuk dalam dunianya yang telah berwarna dari sebelumnya. Ditariknya tubuhku kedalam pelukannya. Pelukan hangat yang diberikan dengan penuh perasaan cinta.
Cinta? Inikah cinta? Ada rasa keraguan yang sempat muncul dalam hatiku ketika kutemukan apa yang sekarang kurasa. Namun ketakutan itu kutepis. Ketakutan akan kehilangan dan kesakitan yang akan kurasa nanti. Dekapan hangat Seung Hyun membuatku nyaman dan ketakutannya itu sirna seketika.
Tak ada ucapan romantis dari mulutnya namun perlakuannya yang hangat membuatku yakin dia benar-benar mencintaiku. Aku bisa merasakannya.
Present...
Perlahan ku buka mataku dan kusunggingkan sebuah senyuman saat kenangan-kenangan yang menghangatan hatiku bermunculan di otakku. Menghangatkan kembali hatiku sehangat mentari pagi tadi.
Kuhentikan permainan biolaku seiring dengan laki-laki di lapangan basket yang juga menhentikan petikkan gitarnya. Kuamati seksama laki-laki itu. Sungguh mirip jika dilihat dari postur tubuhnya. Desiran kecil muncul di hatiku membuat otakku membuka memori yang menyakitkan pada diriku. Memori yang hampir menguras habis air mataku. Memori yang membuatku benar-benar membencinya.
Kakiku melangkah menuju pintu untuk keluar melihat siapa laki-laki itu. Sepanjang langkahku semua memori yang melenyapkan kehangatan yang pernah kurasakan saat bersamanya bermunculan di otakku .Ingatan itu bermain kembali membuka memori yang membuatku hampir gila.
Previous..
Kuhembuskan nafas lega saat keluar dari ruangan sidang tepatnya ruangan hidup dan matiku dalam menjalani masa depanku. Aku baru saja melewati sidang student term paperku atau skripsi lebih tepatnya. Kelegaan yang luar biasa saat para dosen pembimbingku akhirnya meloloskanku. Semua perjuanganku dalam menempuhku kuliahku di universitas ini ahirnya tuntas juga. Masa depanku yang lain juga sudah menanti. Beasiswa s2 ke Thailand sudah ada ditanganku bersamaan dengan diloloskannya aku oleh dosenku saat diruang sidang tadi.
“ Chukae, Rin-ah” ucap Shin-Ah rekan timku saat praktek dirumah sakit dulu sekaligus sahabatku.
“ Ne, Gomawo. Huft leganya! Gomawo sudah datang di sidangku”
Setelah Shin-Ah secara bergantian beberapa temanku yang ikut hadir dalam sidangku juga menyelamatiku begitu juga kedua orang tuaku.
Tiba-tiba sebuah tangan yang sangat kukenal menarikku dari kerumunan orang menyelamatiku. Seung Hyun, dengan seperti biasa menarikku tanpa berkata apapun. Kini sudah 3 bulan aku berhubungan denganya. Banyak yang berubah dari dirinya namun sifatnya yang dingin dan tak peduli tetap sama.
Aku hanya diam saat diajaknya masuk ke dalam mobilnya. Kutatap wajahnya yang dingin tanpa gerakan.
“ Mworago? “
Yang ditanya hanya diam. Aku makin penasaran kenapa dia menarik ku begitu cepat tadi. Tiba-tiba tangannya mendekati
leherku dan memakaikan sesuatu disana. Kubiarkan dia melakukannya.
“ Apa ini?” Tanyaku lagi.
“ Kenapa nanya? Kalung khan?”
Aku hanya tersenyum mendengar jawabanya.
“Gomawo” ucapku perlahan. Kupandangi kalung berliontin kunci ini. Dulu aku pernah mengatakan bahwa aku suka dengan kalung berliontin kunci ternyata dia membelikannya untukku. Perlahan kuraba kalung pemberiannya , teraba sebuah tulisan di balik kalung itu.
“ Seung Hyun?”
Belum dijawabnya pertayaanku tadi tubuhnya mendekati tubuhku dan membantuku memasang sabuk pengaman dengan gerakan cepat. Sejurus kemudian mobil ini bergerak cepat. Tubuhku sedikit tersentak kebelakang.
“ YAH...” Teriakku. Lagi, dia hanya terdiam serius denganmemperhatikan jalan.
Setelah berjalan lima menit, kami sampai disebuah gedung besar. Tanpa basa-basi dia berjalan masuk meninggalkanku yang masih berpikir apa yang akandilakukan laki-laki itu. Dengan sedikit berlari aku mengejarnya masuk dalam sebuah ruangan.
Kakiku sempat terhenti saat memasuki ruangan itu. Sebuah ruangan dimana ada sebuah panggung yang luas dibawah sana didepannya hanya terdapat kursi-kursi penonton. Sejenak hatiku berhenti berdetak mengingat aku pernah ke tempat ini saat masih di bangku High school. Mengikuti sebuah perlombaan biola saat itu dan berhasil meraih piala yang terpajan dirumah.
Seung Hyun telah berada di tengah panggung duduk di sebuah kursi dan telah ditemani gitar. Tanpa menunggu lama dimainkannya gitar itu. Perasaanku masih sama saat pertama kali aku mendengar suara dentingan ini dirumah sakit. Kehangatan mengalir di dadaku.
Aku duduk disalah satu kursi penonton di dekat panggung, namun belum aku meletakkan tubuhku dentingan itu terhenti. Kutatap Seung Hyun dengan wajah heran.
“ kenapa kau disitu? Mainkan biolamu?” Ucapnya ketus.
Aku agak terkejut dengan ucapanya. Kulayangkan mataku ke sekeliling panggung tanpa kusadari ada sebuah tas biola di sebelahnya. Tanpa berpikir panjang aku segera membuka tas itu dan memainkan alat musik didalamnya.
Sejurus kemudian ruangan yang sepi ini terpenuhi oleh suara merdu dari dua alat musik yang kami mainkan. Suaranya begitu indah dan serasi seakan suara itu menjadi satu bagian utuh yang tak terpisahkan. Bagian utuh dari diriku dan
Seung Hyun. Selama memainkan alat musik ditanganku sudut mataku tak lepas dari Seung Hyun. Dari matanya terlihat sinar kebahagian yang sama denganku.
“ Seul-Rin,” Ucapnya saat permainan kami selesai.
“ Ne,”
“ Maukah kau tetap bermain biola untukku?”
“ Ne..”
“ Baiklah, Akupun akan menjadi bagian dari permainanmu “
Aku tertegun dengan ucapanya. Seung Hyun yang tak berkata romantis tiba-tiba mengatakan itu untukku.
‘Dapat dari mana kata-kata itu?’ batinku.
Seung Hyun mendekatkan wajahnya ke wajahku dan sedetik kemudian bibirnya menyentuh bibirku. Bibir yang sama dengan dirumah sakit. Bibir yang membuat hatiku hangat. Dilepaskan bibirnya perlahan dan berpindah ke telingaku membisikkan satu kata yang akhirnya diucapkannya.
“ Saranghaeyo”
Ada sebuah getaran aneh saat dia mengatakannya sehingga membuat air mataku mengalir. Bukan air mata kesediahan namun air mata kebahagiaan. Kata yang akhirnya dikatakannya. Membuktikan padaku bahwa ia mencintaiku. Kupeluk erat tubuhnya. Bau tubuh ini akan selalu mengisi hatiku.
“ Yah, kau menangis?” Tanyanya tiba-tiba.
Aku hanya diam sambil tetap menunduk.
“ Tatap mataku! Jangan menunduk seperti itu!” Perlahan kuangkat wajahku yang basah. Diusapnya lembut air mataku dengan ibu jarinya. Didudukkannya aku di kursi tengah panggung. Tak lama kemudian dia menyodorkan gitarnya di pangkuanku. Kutatap matanya dengan tanda tanya.
“ Bubuhkan tanda tanganmu disini” ucapkan sambil mengulurkan spidol hitam.
“ Heh?”
“ Tanda tangani saja, ini sebagai gantinya aku telah menandatangani biolamu kemarin!”
“ Owh..!!” Aku menganggukkan kepalaku.
Saat menandatangani gitar miliknya ucapan Seung Hyun ditelingaku tadi masih terngiang-ngiang. Bahkan akan selalu aku ingat. Hingga tanpa aku sadari ucapan pertama kalinya itu menjadi terakhir kalinya untukku.
Beberapa hari sejak kejadian di panggung itu kami tak pernah lagi bertemu. Bahkan nomor teleponnya tak lagi bisa dihubungi. Berbagai cara untuk menghubunginya sudah kulakukan. Bahkan mendatangi rumahnyapun sudah, hanya pesan dari tetangganya saja yang aku terima.
“ Seung Hyun ssi sudah tiga bulan ini tidak terlihat!”
Sama akupun juga tak lagi melihatnya mendengar suaranya pun tidak. Kemana kamu Seung Hyun? Kenapa kau melakukan ini padaku? Setelah kau mengatakan cinta padaku kau malah pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang masih membutuhkanmu. Apa ini benar-benar cinta? Apa yang kau katakan di panggung itu benar?
Jika benar lalu kenapa kau menghilang? Apa aku memang tidak pantas untumu? Jika tidak kenapa kau tidak katakan dari awal. Kenapa harus dengan cara ini kau membuatku sakit?
Waktu yang terus berjalan meninggalkan semua kenangan di panggung membuat kehangatan yang aku rasakan berubah menjadi rasa sakit yang mungkin tak pernah terobati. Rasa sakit karena di buang begitu saja. Rasa sakit karena aku pernah mencintaimu. Rasa sakit karena tanpa kau sadari aku telah kau buang. Jika itu inginmu akupun juga kan membuang rasa itu.
Hari ini tepat 1 tahun kita berpacaran jika kau masih ada, namun kenyataannya kau menghilang begitu saja membawa semua rasa yangg pernah kau berikan. Hari ini aku akan berangkat ke Thailand untuk melanjutkan S2ku disana. Sempat ada sedikit pengampunan untukmu. Kemarin telah kukirimkan sebuah email ke alamat emailmu. Aku harap kau membacanya.
‘ Seung Hyun, aku lelah dengan kondisi seperti ini. Kesabaran seseorang ada batasnya dan ini adalah kesabaranku yang terkahir. Aku tak lagi mengharapkan kau kembali dengan cintamu seperti dulu. Aku juga tak mengharapkan kau dengan sebuah alasan apa yang terjadi selama 3-4 bulan ini. Hanya saja aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya jika kau masih punya ingatan tentangku. Besok pukul 2 aku berangkat ke Thailand seperti yang kau tahu, aku akan melanjutkan sekolah disana. .. Seul-Rin’
Aku sudah berada di bandara selama 30 menit dan kau tak menampakkan batang hidungmu. Lima belas menit lagi pesawatku lepas landas dan aku harus segera naik. Kuperlambat langkahku sengaja mengulur waktu berharap kau akan muncul. Namun terlambat sebuah kesimpulan telah kuambil. Jika itu maumu akupun juga akan membuangmu. Selamat tinggal Seung Hyun. Kulangkahkan kakiku masuk kedalam pesawat yang kan membawaku ke Thailand. Tempat masa depanku yang masih panjang.
Mesin pesawat telah menderu dan dengan perlahan mengangkat tubuhnya keangkasa menembus awan putih meninggalkan negara tempat aku menemukan Seung Hyun. Bersamaan dengan itu air mataku menetes. Ada sedikit ketidak relaan saat meninggalkan negara ini. Sebuah luka yang menganga telah kau buat dan mungkin akan lama untuk menutupnya.
Present....
Kuhentikan langkahku tepat dibelakang laki-laki yang masih memainkan gitarnya dengan lagu yang sama. Dadaku makin kencang berdebar saat aku akan mengetahui siapa laki-laki yang terus bermain gitar itu. Sejenak kulirik jam tangan warna perak keemasan di tanganku. Pukul 11 malam waktu Thailand. Kukerjapkan mataku tak percaya melihat jam di tanganku. Kumelihat lagi ke arah tengah lapangan. Laki-laki itu masih disana memetik gitarnya tanpa menyadrai kalau ada orang datang.
Jarakku dengan laki-laki itu hanya satu meter. Perlahan kuulurkan tanganku untuk menyentuh punggungnya . Dadaku berdebar semakin kencang, sebentar lagi aku akan mengetahuinya, siapa laki-laki ini. Lima centi lagi aku menentuh pundaknya. Tiba-tiba sebuah panggilan membuatku menoleh.
To Be Continoued...
Siapa laki-laki yang memainkan gitar itu. Apakah seorang laki-laki yang dihaapkan oleh Seul Rin?? Dan apa pengaruh Jiyong dalam kehidupan Seul Rin???
Nantikan jawabannya di Eps brikutnya...
Mian rasanya pengen sekli buat kalian penasaran * pasang tamen siap2 lok ditimpukin chingudeul...
Kritik dan Saran sangat diharapkan...
Potongan cerita eps kemarin...
“ Gomawo, kau mau bermain biola lagi. Tetaplah bermain untukku!! ” Aku tertegun mendengarnya berbicara seperti itu. Selesai dia berbicara dia pergi begitu saja. Berlalu meninggalkanku dalam keadaan setengah mimpi.
Aku hanya duduk menatap punggungnya yang semakin hilang di ujung koridor rumah sakit. Sejak ucapannya tadi banyak pertanyaan muncul di otakku. Pertanyaan yang tak bisa kujawab sendiri. Aku termenung sendiri di ruang tunggu depan bangsal anak sampai baru kusadari dokter Jiyong telah duduk disampingku.
“ Bagaimana permainan hari ini?” tanyanya datar namun ada senyum ramah di wajahnya.
Kubalas senyumannya.
“ Baik, dok! Bagaimana operasi nya?”
“ Hmmm, lancar. Gomawo telah menyemangatiku, benar-benar operasi yang mendebarkan!! Ini pertama kalinya aku memimpin operasi pada anak.”
“ Ah, dokter bukankah sudah seharusnya sesama petugas kesehatan saling membantu”
“ Bagaimana hubunganmu dengan Seung Hyun?”
Aku tertegun sejenak mendengar pertanyaannya.
“ Maksud dokter?”
“ Maaf kudengar kau sudah berpacaran dengan Seung Hyun”
Ada perubahan nada saat dokter Jiyong mengucapkan kata berpacaran.
“ Ah, Ti..” belum kuselesaikan ucapanku Seung Hyun sudah ada di depanku dan menarik tanganku dengan cepat.
“ Kau sudah selesai kan? Ikutlah denganku!” Ucapnya dengan ketus.
Aku hanya menatapnya heran bergantian dengan menatap dokter Jiyong yang juga ikut terkejut denga kedatangan seung Hyun.
“ Sudah, Tap..” Lagi, belum kuselasai bicara Seung Hyun sudah menarik tubuhku untuk berjalan dengannya. Ku menoleh kepada dokter Jiyong yang sudah berdiri di ruang tunggu.
“ Aku sudah tahu jawabannya Seul-Rin ssi!” ucapnya agak keras.
“ Tapi dok,kami..” Kuhentikan ucapanku karena kupikir akan sia-sia berbicara dengan jarak yang cukup jauh dengan dokter Jiyong.
Kualihkan pandangan ke arah Seung Hyun yang tetap berjalan tanpa memperdulikanku yang masih menggunakan seragam praktek.
“ Stop” teriakku.
“ Mwo?” ucapnya sambil berhenti.
“ Aku masih menggunakan seragam. Setidaknya aku berganti pakaian dulu.”
“ Cepat!”
Aku menjauh darinya menuju ruang ganti dengan masih bersungut-sungut atas sikapnya yang cukup membuatku bingung.
Setelah mengganti pakaianku dengan baju biasa aku berjalan mendekati Seung Hyun yang berdiri bersandar di tembok.
“ Ok, kita mau kemana?”
“ Kita nggak akan kemana-mana!”
“ Hah? Lalu nagapain tadi narik-narik...”
Gerakan cepat Seung Hyun menarik tubuhnya dan mendekatkan bibirnya ke wajahku membuatku langsung terkesiap
sedikit terkejut dengan perlaukan Seung Hyun. Namun beberapa detik kemudian perasaanku berubah ada sedikit kedamaian yang menyeruak. Aku sendiri tak tahu sejak kapan perasaanku berubah terhadapnya. Bibir kami saling bertautan dalam diam menyisipkan sedikit kebahagiaan yang telah lama menghilang dalam diri kami masing-masing.
Perlahan Seung Hyun menjauhkan bibirnya dan menatap mataku dengan tatapan lembut tapi tajam. Membawaku masuk dalam dunianya yang telah berwarna dari sebelumnya. Ditariknya tubuhku kedalam pelukannya. Pelukan hangat yang diberikan dengan penuh perasaan cinta.
Cinta? Inikah cinta? Ada rasa keraguan yang sempat muncul dalam hatiku ketika kutemukan apa yang sekarang kurasa. Namun ketakutan itu kutepis. Ketakutan akan kehilangan dan kesakitan yang akan kurasa nanti. Dekapan hangat Seung Hyun membuatku nyaman dan ketakutannya itu sirna seketika.
Tak ada ucapan romantis dari mulutnya namun perlakuannya yang hangat membuatku yakin dia benar-benar mencintaiku. Aku bisa merasakannya.
Present...
Perlahan ku buka mataku dan kusunggingkan sebuah senyuman saat kenangan-kenangan yang menghangatan hatiku bermunculan di otakku. Menghangatkan kembali hatiku sehangat mentari pagi tadi.
Kuhentikan permainan biolaku seiring dengan laki-laki di lapangan basket yang juga menhentikan petikkan gitarnya. Kuamati seksama laki-laki itu. Sungguh mirip jika dilihat dari postur tubuhnya. Desiran kecil muncul di hatiku membuat otakku membuka memori yang menyakitkan pada diriku. Memori yang hampir menguras habis air mataku. Memori yang membuatku benar-benar membencinya.
Kakiku melangkah menuju pintu untuk keluar melihat siapa laki-laki itu. Sepanjang langkahku semua memori yang melenyapkan kehangatan yang pernah kurasakan saat bersamanya bermunculan di otakku .Ingatan itu bermain kembali membuka memori yang membuatku hampir gila.
Previous..
Kuhembuskan nafas lega saat keluar dari ruangan sidang tepatnya ruangan hidup dan matiku dalam menjalani masa depanku. Aku baru saja melewati sidang student term paperku atau skripsi lebih tepatnya. Kelegaan yang luar biasa saat para dosen pembimbingku akhirnya meloloskanku. Semua perjuanganku dalam menempuhku kuliahku di universitas ini ahirnya tuntas juga. Masa depanku yang lain juga sudah menanti. Beasiswa s2 ke Thailand sudah ada ditanganku bersamaan dengan diloloskannya aku oleh dosenku saat diruang sidang tadi.
“ Chukae, Rin-ah” ucap Shin-Ah rekan timku saat praktek dirumah sakit dulu sekaligus sahabatku.
“ Ne, Gomawo. Huft leganya! Gomawo sudah datang di sidangku”
Setelah Shin-Ah secara bergantian beberapa temanku yang ikut hadir dalam sidangku juga menyelamatiku begitu juga kedua orang tuaku.
Tiba-tiba sebuah tangan yang sangat kukenal menarikku dari kerumunan orang menyelamatiku. Seung Hyun, dengan seperti biasa menarikku tanpa berkata apapun. Kini sudah 3 bulan aku berhubungan denganya. Banyak yang berubah dari dirinya namun sifatnya yang dingin dan tak peduli tetap sama.
Aku hanya diam saat diajaknya masuk ke dalam mobilnya. Kutatap wajahnya yang dingin tanpa gerakan.
“ Mworago? “
Yang ditanya hanya diam. Aku makin penasaran kenapa dia menarik ku begitu cepat tadi. Tiba-tiba tangannya mendekati
leherku dan memakaikan sesuatu disana. Kubiarkan dia melakukannya.
“ Apa ini?” Tanyaku lagi.
“ Kenapa nanya? Kalung khan?”
Aku hanya tersenyum mendengar jawabanya.
“Gomawo” ucapku perlahan. Kupandangi kalung berliontin kunci ini. Dulu aku pernah mengatakan bahwa aku suka dengan kalung berliontin kunci ternyata dia membelikannya untukku. Perlahan kuraba kalung pemberiannya , teraba sebuah tulisan di balik kalung itu.
“ Seung Hyun?”
Belum dijawabnya pertayaanku tadi tubuhnya mendekati tubuhku dan membantuku memasang sabuk pengaman dengan gerakan cepat. Sejurus kemudian mobil ini bergerak cepat. Tubuhku sedikit tersentak kebelakang.
“ YAH...” Teriakku. Lagi, dia hanya terdiam serius denganmemperhatikan jalan.
Setelah berjalan lima menit, kami sampai disebuah gedung besar. Tanpa basa-basi dia berjalan masuk meninggalkanku yang masih berpikir apa yang akandilakukan laki-laki itu. Dengan sedikit berlari aku mengejarnya masuk dalam sebuah ruangan.
Kakiku sempat terhenti saat memasuki ruangan itu. Sebuah ruangan dimana ada sebuah panggung yang luas dibawah sana didepannya hanya terdapat kursi-kursi penonton. Sejenak hatiku berhenti berdetak mengingat aku pernah ke tempat ini saat masih di bangku High school. Mengikuti sebuah perlombaan biola saat itu dan berhasil meraih piala yang terpajan dirumah.
Seung Hyun telah berada di tengah panggung duduk di sebuah kursi dan telah ditemani gitar. Tanpa menunggu lama dimainkannya gitar itu. Perasaanku masih sama saat pertama kali aku mendengar suara dentingan ini dirumah sakit. Kehangatan mengalir di dadaku.
Aku duduk disalah satu kursi penonton di dekat panggung, namun belum aku meletakkan tubuhku dentingan itu terhenti. Kutatap Seung Hyun dengan wajah heran.
“ kenapa kau disitu? Mainkan biolamu?” Ucapnya ketus.
Aku agak terkejut dengan ucapanya. Kulayangkan mataku ke sekeliling panggung tanpa kusadari ada sebuah tas biola di sebelahnya. Tanpa berpikir panjang aku segera membuka tas itu dan memainkan alat musik didalamnya.
Sejurus kemudian ruangan yang sepi ini terpenuhi oleh suara merdu dari dua alat musik yang kami mainkan. Suaranya begitu indah dan serasi seakan suara itu menjadi satu bagian utuh yang tak terpisahkan. Bagian utuh dari diriku dan
Seung Hyun. Selama memainkan alat musik ditanganku sudut mataku tak lepas dari Seung Hyun. Dari matanya terlihat sinar kebahagian yang sama denganku.
“ Seul-Rin,” Ucapnya saat permainan kami selesai.
“ Ne,”
“ Maukah kau tetap bermain biola untukku?”
“ Ne..”
“ Baiklah, Akupun akan menjadi bagian dari permainanmu “
Aku tertegun dengan ucapanya. Seung Hyun yang tak berkata romantis tiba-tiba mengatakan itu untukku.
‘Dapat dari mana kata-kata itu?’ batinku.
Seung Hyun mendekatkan wajahnya ke wajahku dan sedetik kemudian bibirnya menyentuh bibirku. Bibir yang sama dengan dirumah sakit. Bibir yang membuat hatiku hangat. Dilepaskan bibirnya perlahan dan berpindah ke telingaku membisikkan satu kata yang akhirnya diucapkannya.
“ Saranghaeyo”
Ada sebuah getaran aneh saat dia mengatakannya sehingga membuat air mataku mengalir. Bukan air mata kesediahan namun air mata kebahagiaan. Kata yang akhirnya dikatakannya. Membuktikan padaku bahwa ia mencintaiku. Kupeluk erat tubuhnya. Bau tubuh ini akan selalu mengisi hatiku.
“ Yah, kau menangis?” Tanyanya tiba-tiba.
Aku hanya diam sambil tetap menunduk.
“ Tatap mataku! Jangan menunduk seperti itu!” Perlahan kuangkat wajahku yang basah. Diusapnya lembut air mataku dengan ibu jarinya. Didudukkannya aku di kursi tengah panggung. Tak lama kemudian dia menyodorkan gitarnya di pangkuanku. Kutatap matanya dengan tanda tanya.
“ Bubuhkan tanda tanganmu disini” ucapkan sambil mengulurkan spidol hitam.
“ Heh?”
“ Tanda tangani saja, ini sebagai gantinya aku telah menandatangani biolamu kemarin!”
“ Owh..!!” Aku menganggukkan kepalaku.
Saat menandatangani gitar miliknya ucapan Seung Hyun ditelingaku tadi masih terngiang-ngiang. Bahkan akan selalu aku ingat. Hingga tanpa aku sadari ucapan pertama kalinya itu menjadi terakhir kalinya untukku.
Beberapa hari sejak kejadian di panggung itu kami tak pernah lagi bertemu. Bahkan nomor teleponnya tak lagi bisa dihubungi. Berbagai cara untuk menghubunginya sudah kulakukan. Bahkan mendatangi rumahnyapun sudah, hanya pesan dari tetangganya saja yang aku terima.
“ Seung Hyun ssi sudah tiga bulan ini tidak terlihat!”
Sama akupun juga tak lagi melihatnya mendengar suaranya pun tidak. Kemana kamu Seung Hyun? Kenapa kau melakukan ini padaku? Setelah kau mengatakan cinta padaku kau malah pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang masih membutuhkanmu. Apa ini benar-benar cinta? Apa yang kau katakan di panggung itu benar?
Jika benar lalu kenapa kau menghilang? Apa aku memang tidak pantas untumu? Jika tidak kenapa kau tidak katakan dari awal. Kenapa harus dengan cara ini kau membuatku sakit?
Waktu yang terus berjalan meninggalkan semua kenangan di panggung membuat kehangatan yang aku rasakan berubah menjadi rasa sakit yang mungkin tak pernah terobati. Rasa sakit karena di buang begitu saja. Rasa sakit karena aku pernah mencintaimu. Rasa sakit karena tanpa kau sadari aku telah kau buang. Jika itu inginmu akupun juga kan membuang rasa itu.
Hari ini tepat 1 tahun kita berpacaran jika kau masih ada, namun kenyataannya kau menghilang begitu saja membawa semua rasa yangg pernah kau berikan. Hari ini aku akan berangkat ke Thailand untuk melanjutkan S2ku disana. Sempat ada sedikit pengampunan untukmu. Kemarin telah kukirimkan sebuah email ke alamat emailmu. Aku harap kau membacanya.
‘ Seung Hyun, aku lelah dengan kondisi seperti ini. Kesabaran seseorang ada batasnya dan ini adalah kesabaranku yang terkahir. Aku tak lagi mengharapkan kau kembali dengan cintamu seperti dulu. Aku juga tak mengharapkan kau dengan sebuah alasan apa yang terjadi selama 3-4 bulan ini. Hanya saja aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya jika kau masih punya ingatan tentangku. Besok pukul 2 aku berangkat ke Thailand seperti yang kau tahu, aku akan melanjutkan sekolah disana. .. Seul-Rin’
Aku sudah berada di bandara selama 30 menit dan kau tak menampakkan batang hidungmu. Lima belas menit lagi pesawatku lepas landas dan aku harus segera naik. Kuperlambat langkahku sengaja mengulur waktu berharap kau akan muncul. Namun terlambat sebuah kesimpulan telah kuambil. Jika itu maumu akupun juga akan membuangmu. Selamat tinggal Seung Hyun. Kulangkahkan kakiku masuk kedalam pesawat yang kan membawaku ke Thailand. Tempat masa depanku yang masih panjang.
Mesin pesawat telah menderu dan dengan perlahan mengangkat tubuhnya keangkasa menembus awan putih meninggalkan negara tempat aku menemukan Seung Hyun. Bersamaan dengan itu air mataku menetes. Ada sedikit ketidak relaan saat meninggalkan negara ini. Sebuah luka yang menganga telah kau buat dan mungkin akan lama untuk menutupnya.
Present....
Kuhentikan langkahku tepat dibelakang laki-laki yang masih memainkan gitarnya dengan lagu yang sama. Dadaku makin kencang berdebar saat aku akan mengetahui siapa laki-laki yang terus bermain gitar itu. Sejenak kulirik jam tangan warna perak keemasan di tanganku. Pukul 11 malam waktu Thailand. Kukerjapkan mataku tak percaya melihat jam di tanganku. Kumelihat lagi ke arah tengah lapangan. Laki-laki itu masih disana memetik gitarnya tanpa menyadrai kalau ada orang datang.
Jarakku dengan laki-laki itu hanya satu meter. Perlahan kuulurkan tanganku untuk menyentuh punggungnya . Dadaku berdebar semakin kencang, sebentar lagi aku akan mengetahuinya, siapa laki-laki ini. Lima centi lagi aku menentuh pundaknya. Tiba-tiba sebuah panggilan membuatku menoleh.
To Be Continoued...
Siapa laki-laki yang memainkan gitar itu. Apakah seorang laki-laki yang dihaapkan oleh Seul Rin?? Dan apa pengaruh Jiyong dalam kehidupan Seul Rin???
Nantikan jawabannya di Eps brikutnya...
Mian rasanya pengen sekli buat kalian penasaran * pasang tamen siap2 lok ditimpukin chingudeul...
Kritik dan Saran sangat diharapkan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar